PEJUANG KEADILAN

Jumat, 21 Mei 2010

PERSELINGKUHAN VIRUS KEHANCURAN RUMAH TANGGA

PERSELINGKUHAN
VIRUS
KEHANCURAN RUMAH TANGGA
Oleh : M. Sholahuddin, SH.

Perselingkuhan, kata dasarnya “Selingkuh” yang berarti tidak berterus terang, tidak jujur, suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri. Apapun makna kata-nya “Perselingkuhan” adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan sekaligus komitmen pernikahan yang telah dibangun oleh dua insan manusia. Perselingkuhan adalah bentuk ketidak setiaan seorang suami atau istri terhadap pasangannya sehingga cinta terbagi atau berpaling kepada orang lain. Tidak berlebihan apabila seorang Sosiolog memaknai Perselingkuhan sebagai penyimpangan atas Norma yang telah disepakati dan dibangun dalam konteks sepasang manusia.
Banyak kalangan memaknai perselingkuhan, ketika sudah terjadi kontak fisik dan seksual, dengan kata lain dikatakan selingkuh apabila terjadi hubungan seksual diluar ikatan pernikahan dalam bahasa agamanya “berzina”. Ada yang memaknai Perselingkuhan secara ekstrim yaitu ketika otak kepala telah memikirkan someone else maka itu masuk kategori “Selingkuh Emosional” walaupun dampaknya tidak langsung merugikan pasangan karena lebih bersifat fantasi.
Perselingkuhan tidak mengenal jenis kelamin, artinya semua orang baik laki-laki maupun perempuan berpotensi menjadi pelaku perselingkuhan, namun ketika itu dilakukan oleh perempuan langsung mendapat justifikasi /Vonis dari masyarakat sebagai perempuan “tidak bener, murahan dan segala macamnya” di banding laki-laki peselingkuh yang kadang masih dianggap wajar. Seorang ahli Psikiater dr. Arsanti, Sp.Kj dalam penelitiannya mengatakan 90 % tingginya angka Perselingkuhan adalah karena tekanan Psikologis yang dialami oleh salah seorang pasangan baik menyangkut hubungan dengan pasangannya atau menyangkut persoalan sehari-hari. Akibat tekana tersebut seseorang membutuhkan tempat (baca : Teman) untuk berbagi perasaan. Persoalanya tidak semua orang yang mengalami tekanan tersebut dapat mengkomunikasikan (berbagi masalah) secara nyaman dengan pasangannya, sehingga akibatnya melahirkan kebutuhan untuk berbagi dengan orang lain, perasaan nyaman inilah yang kemudian melahirkan potensi selingkuh.
Korban perselingkuhan tidak hanya menimpa kaum laki-laki atau perempuan yang pasangannya melakukan perselingkuhan, tapi juga menimpa anak. Anak-anak bisa menjadi malu bahkan membenci kondisi hubungan orang tua mereka. Orang tua “gagal” menjadi figure panutan yang baik bagi anak, hal inilah yang mendorong munculnya prilaku-prilaku menyimpang pada diri anak, menjadi anak jalanan, pengguna zat-zat psikotripika, melakukan tindak criminal, pelacuran dan sebaginya.
Secara garis besar Perselingkuhan terjadi karena beberapa sebab diantaranya :
a. Faktor Internal dalam pribadi manusia
1. Rendahnya pemahaman agama seseorang sehingga tidak mampu mengontrol hawa nafsu
2. Pelarian dari masalah Rumah tangga
3. Kebutuhan seks yang tidak terkendali
4. Hoby berselingkuh
5. Dasar karakter yang dimiliki sebelum menikah
6. Memandang pasangan selalu dari sisi negatif
7. Memiliki “dunia Khayal” tentang kesempurnaan pasangan ( menurut Gilbert Lumoidong)
b. Faktor Eksternal diluar pribadi manusia
1. Menganggap perselingkuhan sebagai sesuatu yang wajar
2. Kontrol masyarakat yang rendah
3. Budaya dan tontonan
4. Situasi dan kondisi yang menndukung
5. Latar belakang/jenis pekerjaan yang membuka peluang selingkuh 


Perselingkuhan adalah sebuah kesalahan atau bahkan kejahatan yang sering kali tidak disadari awalnya walaupun ada yang nyata-nyata memang berniat melakukannya karena sesuatu hal yang menjadi orientasnya. Ciri-ciri prilaku pasangan selingkuh dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Adanya perubahan sikap dari sebelum-sebelumnya
2. Bersikap “dingin” terhadap pasangan
3. Adanya perubahan prilaku seksual
4. Menjadi orang yang “emosinya berubah” (bisa marah terus atau baik banget)
5. Sering bohong/Tidak jujur
6. Menjadi tertutup dalam banyak hal
7. Banyak misteri dalam masalah keuangan

Dampak Perselingkuhan bagi pelaku dan korban (perempuan/istri dan anak) adalah :
a. Putusnya ikatan perkawinan (perceraian)
b. Hancurnya Karier pekerjaan
c. Hancurnya nama baik serta kepercayaan public
d. Berdosa secara “Habblum Minallah”
e. Tindak criminal, Pembunuhan
f. Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga
- Kekerasan Fisik,
- Kekerasan Psikis (batin),
- Kekerasan Ekonomi (penelantaran)
- Kekerasan seksual

g. Gangugan kejiwaan “Gila”

Mengatasi persoalan perselingkuhan lebih pada factor individunya masing-masing didukung pemahaman nilai-nilai Agama secara Kaffah, tidak hanya berhenti pada nilai-nilai ritualnya saja. Control social yang harus diperkuat termasuk penerapan saksi-saksi social. Ingat bahwa perselingkuhan hanya akan malahirkan kenikmatan semu (sesaat) tapi malapetaka keluarga yang nyata. Sebagai manusia yang beragama kita sering lupa kalau Tuhan selalu melihat dan menyaksikan perbuatan kita. Tidak selamanya benar, anggapan perselingkuhan karena factor kepuasan sek, data dari klinik Pasutri yang dikelola oleh dr. Boyke Dian Nugraha, perselingkuhan yang disebabkan karena masalah sek tidak lebih dari 30% yang terbesar justru pada factor Komunikasi antara suami istri 56% selebihnya karena factor lain.
Menghadapi persoalan perselingkuhan, harus dengan sikap arif dan bijaksana. Jangan bersandar pada “apa kata orang”. Berusaha mendapat informasi dan mencari bukti kebenaran dengan tetap tenang dan menguasai diri. Berdialog dengan bahasa yang tepat pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat pula. Yang terakhir terbuka untuk sebuah kritik dan perubahan.

Tips perkawinan yang langeng
1. Bersikap arif dan Bijaksana tidak menduga-duga dan berburuk sangka
2. Jangan menganggap pasangan sepenuhnya milik kita
3. Ciptakan Komunikasi yang seimbang dan harmonis
4. Bersikap terbuka dan rasional serta tidak emosional
5. Toleransi dan saling menghargai pasangan
6. Menanamkan nilai-nilai Agama dalam keluarga
7. Cemburu boleh tapi rasional dan tapi tidak membuta.
8. Jangan libatkan anak dalam konflik rumah tangga.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencapai kehidupan rumah tangga yang bahagi menurut Drs. H. Muizzul Hidayat, M.Pd.(konsultan perkawinan):
1. Saling mencintai, mengasihi, menyayangi antara suami dan istri.
2. Saling mengerti dan memahami kepribadian masing-masing
3. Saling menerima kenyataan lahir dan batin, kelemahan dan kelebihan masing-masing pasangan.
4. Saling membantu untuk meningkatkan kualitas keluarga menuju kebahagiaan yang diidamkan.
5. Saling memaafkan kesalahan masing-masing sepanjang masih bisa dilakukan.

Terakhir ada kata bijak
“ Kebahagiaan adalah ketika kesetiaan mendapat imbangan bukan malah pengkhianatan”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar