PEJUANG KEADILAN

Minggu, 24 Oktober 2010

PERATURAN PEMERINTAH R.I NO :11 TAHUN 2010 TTNG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

Menimbang:a. bahwa berdasarkan Pasal 27, Pasal 34, dan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentangPeraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, hak atas tanah hapus antara lain karena diterlantarkan;



b. bahwa saat ini penelantaran tanah makin menimbulkan kesenjangan sosial, ekonomi, dan kesejahteraanrakyat serta menurunkan kualitas lingkungan, sehingga perlu pengaturan kembali penertiban danpendayagunaan tanah terlantar;



c. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan TanahTerlantar, tidak dapat lagi dijadikan acuan penyelesaian penertiban dan pendayagunaan tanah terlantarsehingga perlu dilakukan penggantian;



d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlumenetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar.



Mengingat:1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;



2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor2043);



3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yangBerkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632);



4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);



5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);



6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);



7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang PerubahanKedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4844);www.hukumonline.com2 / 128. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);9. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5068);10. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan HakPakai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3643);11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan AntaraPemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4737).



MEMUTUSKAN:



Menetapkan:PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR.



BAB IKETENTUAN UMUM



Pasal 1



Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai adalah hak atas tanah sebagaimanadimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

2. Hak Pengelolaan adalah Hak Menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagiandilimpahkan kepada pemegangnya.

3. Dasar penguasaan atas tanah adalah izin/keputusan/surat dari pejabat yang berwenang yang menjadidasar bagi orang atau badan hukum untuk menguasai, menggunakan, atau memanfaatkan tanah.

4. Pemegang Hak adalah pemegang hak atas tanah, pemegang Hak Pengelolaan, atau pemegangizin/keputusan/surat dari pejabat yang berwenang yang menjadi dasar penguasaan atas tanah.

5. Kepala adalah Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.6. Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional.



BAB II OBYEK PENERTIBAN TANAH TERLANTAR



Pasal 2



Obyek penertiban tanah terlantar meliputi tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak Milik, Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yangtidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuanpemberian hak atau dasar penguasaannya.



Pasal 3



Tidak termasuk obyek penertiban tanah terlantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:

a. tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan atas nama perseorangan yang secara tidak sengaja tidakdipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya; dan



b. tanah yang dikuasai pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dan sudah berstatusmaupun belum berstatus Barang Milik Negara/Daerah yang tidak sengaja tidak dipergunakan sesuaidengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya.



BAB III DENTIFIKASI DAN PENELITIAN



Pasal 4



(1) Kepala Kantor Wilayah menyiapkan data tanah yang terindikasi terlantar.

(2) Data tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai dasar pelaksanaan identifikasi dan penelitian.



Pasal 5



(1) Identifikasi dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilaksanakan oleh Panitia.

(2) Susunan keanggotaan Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur Badan PertanahanNasional dan unsur instansi terkait yang diatur oleh Kepala.



Pasal 6



(1) Identifikasi dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilaksanakan:

a. terhitung mulai 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,Hak Pakai; atau

b. sejak berakhirnya izin/keputusan/surat dasar penguasaan atas tanah dari pejabat yang berwenang.



(2) Identifikasi dan penelitian tanah terlantar meliputi:

a. nama dan alamat Pemegang Hak;

b. letak, luas, status hak atau dasar penguasaan atas tanah dan keadaan fisik tanah yang dikuasaiPemegang Hak; dan

c. keadaan yang mengakibatkan tanah terlantar.



Pasal 7



(1) Kegiatan identifikasi dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 meliputi:

a. melakukan verifikasi data fisik dan data

b. mengecek buku tanah dan/atau warkah dan dokumen lainnya untuk mengetahui keberadaanpembebanan, termasuk data, rencana, dan tahapan penggunaan dan pemanfaatan tanah padasaat pengajuan hak;

c. meminta keterangan dari Pemegang Hak dan pihak lain yang terkait, dan Pemegang Hak dan pihaklain yang terkait tersebut harus memberi keterangan atau menyampaikan data yang diperlukan;

d. melaksanakan pemeriksaan fisik;

e. melaksanakan ploting letak penggunaan dan pemanfaatan tanah pada peta pertanahan;

f. membuat analisis penyebab terjadinya tanah terlantar;g. menyusun laporan hasil identifikasi dan penelitian;

h. melaksanakan sidang Panitia; dani. membuat Berita Acara.



(2) Panitia menyampaikan laporan hasil identifikasi, penelitian, dan Berita Acara sebagaimana dimaksudpada ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah.



BAB IV PERINGATAN



Pasal 8

(1) Apabila berdasarkan hasil identifikasi dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) disimpulkan terdapat tanah terlantar, maka Kepala Kantor Wilayah memberitahukan dan sekaligusmemberikan peringatan tertulis pertama kepada Pemegang Hak, agar dalam jangka waktu 1 (satu) bulansejak tanggal diterbitkannya surat peringatan, menggunakan tanahnya sesuai keadaannya atau menurutsifat dan tujuan pemberian haknya atau sesuai izin/keputusan/surat sebagai dasar penguasaannya.

(2) Apabila Pemegang Hak tidak melaksanakan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KepalaKantor Wilayah memberikan peringatan tertulis kedua dengan jangka waktu yang sama denganperingatan pertama.

(3) Apabila Pemegang Hak tidak melaksanakan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KepalaKantor Wilayah memberikan peringatan tertulis ketiga dengan jangka waktu yang sama denganperingatan kedua.

(4) Peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaporkan oleh Kepala KantorWilayah kepada Kepala.

(5) Dalam hal tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) yang dibebani dengan HakTanggungan, maka surat peringatan tersebut diberitahukan juga kepada pemegang Hak Tanggungan.

(6) Apabila Pemegang Hak tetap tidak melaksanakan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),Kepala Kantor Wilayah mengusulkan kepada Kepala untuk menetapkan tanah yang bersangkutan sebagai tanah terlantar.



BAB V PENETAPAN TANAH TERLANTAR



Pasal 9



(1) Kepala menetapkan tanah terlantar terhadap tanah yang diusulkan oleh Kepala Kantor Wilayahsebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6).



(2) Dalam hal tanah yang akan ditetapkan sebagai tanah terlantar merupakan tanah hak sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, penetapan tanah terlantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)memuat juga penetapan hapusnya hak atas tanah, sekaligus memutuskan hubungan hukum sertaditegaskan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.



(3) Dalam hal tanah yang akan ditetapkan sebagai tanah terlantar adalah tanah yang telah diberikan dasarpenguasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, penetapan tanah terlantarsebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat juga pemutusan hubungan hukum serta penegasansebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.



Pasal 10



(1) Tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), apabilamerupakan keseluruhan hamparan, maka hak atas tanahnya dihapuskan, diputuskan hubunganhukumnya, dan ditegaskan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.



(2) Tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), apabilamerupakan sebagian hamparan yang diterlantarkan, maka hak atas tanahnya dihapuskan, diputuskanhubungan hukumnya dan ditegaskan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dan selanjutnyakepada bekas Pemegang Hak diberikan kembali atas bagian tanah yang benar-benar diusahakan,dipergunakan, dan dimanfaatkan sesuai dengan keputusan pemberian haknya.



(3) Untuk memperoleh hak atas tanah atas bagian tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bekasPemegang Hak dapat mengajukan permohonan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.



Pasal 11



(1) Apabila tanah hak yang diterlantarkan kurang dari atau sama dengan 25% (dua puluh lima persen), makaPemegang Hak dapat mengajukan permohonan revisi luas atas bidang tanah yang benar-benardigunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan keputusan pemberian haknya.



(2) Biaya atas revisi pengurangan luas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi beban Pemegang Hak.



Pasal 12



(1) Tanah yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai tanah terlantar, dinyatakan dalam keadaan status quosejak tanggal pengusulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6).



(2) Tanah yang dinyatakan dalam keadaan status quo sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapatdilakukan perbuatan hukum atas bidang tanah tersebut sampai diterbitkan penetapan tanah terlantar yangmemuat juga penetapan hapusnya hak atas tanah, sekaligus memutuskan hubungan hukum sertaditegaskan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.



Pasal 13



(1) Tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah terlantar, dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejakditetapkannya keputusan penetapan tanah terlantar, wajib dikosongkan oleh bekas Pemegang Hak atasbenda-benda di atasnya dengan beban biaya yang bersangkutan



(2) Apabila bekas Pemegang Hak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), makabenda-benda di atasnya tidak lagi menjadi miliknya, dan dikuasai langsung oleh Negara.Pasal 14Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penertiban tanah terlantar diatur dalam Peraturan Kepala.



BAB VI PENDAYAGUNAAN TANAH NEGARA BEKAS TANAH TERLANTAR



Pasal 15



(1) Peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara melalui reforma agraria dan program strategis negara serta untuk cadangan negara lainnya.



(2) Peruntukan dan pengaturan peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala.



Pasal 16



Terhadap tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) yang berhubungan dengan penguasaan danpenggunaannya tidak boleh diterbitkan izin/keputusan/surat dalam bentuk apapun selain yang ditetapkan dalam Pasal 15.



Pasal 17



Pelaksanaan penertiban tanah terlantar dan pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar dilakukan olehKepala dan hasilnya dilaporkan secara berkala kepada Presiden.



BAB VII KETENTUAN PERALIHAN



Pasal 18



Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, terhadap tanah yang telah diidentifikasi atau diberiperingatan sebagai tanah terlantar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentangPenertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan ditindaklanjuti sesuaidengan Peraturan Pemerintah ini.



BAB VIII KETENTUAN PENUTUP



Pasal 19



Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentangPenertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar dan peraturan pelaksanaannya dicabut dan dinyatakan tidakberlaku.



Pasal 20



Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan Di Jakarta,Pada Tanggal 22 Januari 2010

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan Di Jakarta,Pada Tanggal 22 Januari 2010



MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

PATRIALIS AKBARLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 16



PENJELASANPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTARI.



UMUM



Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi rakyat, bangsa dan Negara Indonesia, yang harusdiusahakan, dimanfaatkan, dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Saat ini tanahyang telah dikuasai dan/atau dimiliki baik yang sudah ada hak atas tanahnya maupun yang baru berdasarperolehan tanah di beberapa tempat masih banyak dalam keadaan terlantar, sehingga cita-cita luhuruntuk meningkatkan kemakmuran rakyat tidak optimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan penataan kembaliuntuk mewujudkan tanah sebagai sumber kesejahteraan rakyat, untuk mewujudkan kehidupan yang lebihberkeadilan, menjamin keberlanjutan sistem kemasyarakatan dan kebangsaan Indonesia, sertamemperkuat harmoni sosial. Selain itu, optimalisasi pengusahaan, penggunaan, dan pemanfaatan semuatanah di wilayah Indonesia diperlukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup, mengurangikemiskinan dan menciptakan lapangan kerja, serta untuk meningkatkan ketahanan pangan dan energi.Penelantaran tanah di pedesaan dan perkotaan, selain merupakan tindakan yang tidak bijaksana, tidakekonomis (hilangnya peluang untuk mewujudnyatakan potensi ekonomi tanah), dan tidak berkeadilan,serta juga merupakan pelanggaran terhadap kewajiban yang harus dijalankan para Pemegang Hak ataupihak yang telah memperoleh dasar penguasaan tanah. Penelantaran tanah juga berdampak padaterhambatnya pencapaian berbagai tujuan program pembangunan, rentannya ketahanan pangan danketahanan ekonomi nasional, tertutupnya akses sosial-ekonomi masyarakat khususnya petani padatanah, serta terusiknya rasa keadilan dan harmoni sosial.Negara memberikan hak atas tanah atau Hak Pengelolaan kepada Pemegang Hak untuk diusahakan,dipergunakan, dan dimanfaatkan serta dipelihara dengan baik selain untuk kesejahteraan bagi PemegangHaknya juga harus ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara. Ketika Negaramemberikan hak kepada orang atau badan hukum selalu diiringi kewajiban-kewajiban yang ditetapkandalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan suratkeputusan pemberian haknya. Karena itu Pemegang Hak dilarang menelantarkan tanahnya, dan jika Pemegang Hak menelantarkan tanahnya, Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria telah mengatur akibathukumnya yaitu hapusnya hak atas tanah yang bersangkutan dan pemutusan hubungan hukum sertaditegaskan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Bagi tanah yang belum ada hak atastanahnya, tetapi ada dasar penguasaannya, penggunaan atas tanah tersebut harus dilandasi dengansesuatu hak atas tanah sesuai Pasal 4 juncto Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentangPeraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Oleh karena itu orang atau badan hukum yang telah memperolehdasar penguasaan atas tanah, baik dengan pengadaan tanah itu dari hak orang lain, memperolehpenunjukan dari pemegang Hak Pengelolaan, karena memperoleh izin lokasi, atau memperolehkeputusan pelepasan kawasan hutan berkewajiban memelihara tanahnya, mengusahakannya denganbaik, tidak menelantarkannya, serta mengajukan permohonan untuk mendapatkan hak atas tanah.Meskipun yang bersangkutan belum mendapat hak atas tanah, apabila menelantarkan tanahnya makahubungan hukum yang bersangkutan dengan tanahnya akan dihapuskan dan ditegaskan sebagai tanahyang dikuasai langsung oleh Negara.Oleh sebab itu, penelantaran tanah harus dicegah dan ditertibkan untuk mengurangi atau menghapusdampak negatifnya. Dengan demikian pencegahan, penertiban, dan pendayagunaan tanah terlantarmerupakan langkah dan prasyarat penting untuk menjalankan program-program pembangunan nasional,terutama di bidang agraria yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.



II. PASAL DEMI PASAL



Pasal 1 Cukup jelas.



Pasal 2



Tanah yang sudah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, atau Hak Pengelolaandinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanahnya tidak diusahakan, tidak dipergunakan atau tidakdimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan haknya. Demikian pula tanah yang ada dasarpenguasaannya dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanahnya tidak dimohon hak, tidak diusahakan, tidakdipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang ditetapkan dalam izinlokasi, surat keputusan pemberian hak, surat keputusan pelepasan kawasan hutan, dan/atau dalamizin/keputusan/surat lainnya dari pejabat yang berwenang.



Pasal 3



Huruf aYang dimaksud dengan “tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya” dalam ketentuan ini adalah karena Pemegang Hak perseorangan dimaksud tidak memiliki kemampuan dari segi ekonomi untuk mengusahakan, mempergunakan, atau memanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian haknya.Huruf bYang dimaksud dengan “tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuanpemberian haknya” dalam ketentuan ini adalah karena keterbatasan anggaran negara/daerah untukmengusahakan, mempergunakan, atau memanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuanpemberian haknya.



Pasal 4



Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “tanah yang terindikasi terlantar” adalah tanah hak atau dasar penguasaan atastanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atausifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya yang belum dilakukan identifikasi danpenelitian. Untuk memperoleh data tanah terindikasi terlantar dilaksanakan kegiatan inventarisasi yanghasilnya dilaporkan kepada Kepala.



Ayat (2)Cukup jelas.



Pasal 5 Cukup jelas



Pasal 6 Cukup jelas.



Pasal 7 Cukup jelas.



Pasal 8



Ayat (1)



Dalam surat peringatan pertama perlu disebutkan hal-hal yang secara konkret harus dilakukan olehPemegang Hak dan sanksi yang dapat dijatuhkan apabila Pemegang Hak tidak mengindahkan atau tidakmelaksanakan peringatan dimaksud.



Ayat (2)



Dalam surat peringatan kedua, setelah memperhatikan kemajuan dari surat peringatan pertama,menyebutkan kembali hal-hal konkret yang harus dilakukan oleh Pemegang Hak dan sanksi yang dapatdijatuhkan apabila Pemegang Hak tidak mengindahkan atau tidak melaksanakan peringatan dimaksud.



Ayat (3)



Dalam surat peringatan ketiga yang merupakan peringatan terakhir, setelah memperhatikan kemajuandari surat peringatan kedua, menyebutkan hal-hal konkret yang harus dilakukan oleh Pemegang Hak dansanksi yang dapat dijatuhkan apabila Pemegang Hak tidak mengindahkan atau tidak melaksanakanperingatan dimaksud.



Ayat (4) Cukup jelas.



Ayat (5) Cukup jelas.



Ayat (6) Cukup jelas.



Pasal 9 Cukup jelas.



Pasal 10 Cukup jelas.



Pasal 11Cukup jelas



Pasal 12 Cukup jelas.



Pasal 13 Cukup jelas.



Pasal 14 Cukup jelas.



Pasal 15



Ayat (1)



Tanah negara bekas tanah terlantar merupakan tanah cadangan umum negara yang didayagunakanuntuk kepentingan masyarakat dan negara, melalui reforma agraria dan program strategis negara sertauntuk cadangan negara lainnya.Reforma Agraria merupakan kebijakan pertanahan yang mencakup penataan sistem politik dan hukumpertanahan serta penataan aset masyarakat dan penataan akses masyarakat terhadap tanah sesuaidengan jiwa Pasal 2 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia NomorIX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Penataan aset masyarakatdan penataan akses masyarakat terhadap tanah dapat melalui distribusi dan redistribusi tanah negarabekas tanah terlantar.Program strategis negara antara lain untuk pengembangan sektor pangan, energi, perumahan rakyatdalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Cadangan negara lainnya antara lain untuk memenuhi kebutuhan tanah untuk kepentingan pemerintah,pertahanan dan keamanan, kebutuhan tanah akibat adanya bencana alam, relokasi dan pemukimankembali masyarakat yang terkena pembangunan untuk kepentingan umum.



Ayat (2) Cukup jelas.



Pasal 16 Cukup jelas.



Pasal 17 Cukup jelas.



Pasal 18 Cukup jelas.



Pasal 19 Cukup jelas.



Pasal 20 Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5098

Tidak ada komentar:

Posting Komentar